Rating: Not rated
Tags: Self-Help, Motivational & Inspirational, Lang:in
Publisher: Bentang Pustaka
Published: September 27, 2018
Added: September 2, 2019
Modified: September 7, 2019
Summary
Sigit Purwadi's
Library - Marie Kondo, seorang konsultan
berbenah asal Jepang, memperkenalkan metode merapikan yang
ampuh tiada duanya, KonMari. Keampuhan metode ini makin marak
dirasakan di Indonesia, tepatnya setelah buku The Life-Changing
Magic of Tidying Up diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa
Indonesia pada tengah tahun 2016 silam. Khoirun Nikmah
yang akrab disapa Nikmah, membaca buku tersebut, terkesima, dan
akhirnya—bersama suami—mempraktikkan metode ini.
Efek metode KonMari tidak hanya tampak pada fisik rumahnya yang
jauh lebih rapi, tetapi KonMari ini juga mampu mengubah cara
pandang, sikap, dan bahkan menuntaskan pergulatan masa lalunya
yang menjadi momok hidupnya selama ini . The book has changed
my life so greatly!Secara rutin dia berkorespondensi dengan Tim
Marie Kondo, hingga mendapat restu untuk mendirikan Komunitas
KonMari Indonesia.Nikmah dan suami aktif menginisiasi kelas
bagi orang-orang yaang membutuhkan semangat dan dukungan untuk
ber-KonMari. Bermula dari Whatsapp Group bagi tujuh ratus
anggota pertama, kegiatan rutin komunitas ini berkembang
menjadi kelas offline yang digelar berbagai perjuru
Indonesia.Melalui buku ini, Nikmah mengajak lebih banyak lagi
mereka yang ingin berproses dan menerapkan nilai KonMari
bersama-sama. Dimulai dari membandingkan KonMari dengan
beberapa model decluttering (berbenah) lainnya hingga akhirnya
mantap berpegang pada metode ini. Dengan telaten, Nikmah
memberi penyesuaian pada ide awal metode ini sesuai dengan
kondisi di Indonesia.-Nama saya Khoirun Nikmah. Teman-teman
biasa memanggil saya Nikmah atau Niknik, sesuka-suka mereka
saja. Ada juga yang memanggil saya Khoir, Irun, atau Irul.
Namun, saya lebih suka dipanggil Niknik.Usia saya sekarang 27
tahun, sudah menikah dan memiliki satu putra. Sejak kecil, saya
sangat menyukai aktivitas berbenah. Namun, berbeda dengan Marie
Kondo yang fokus dan konsisten menekuni passion-nya dalam
beres-beres, saya justru minder dan malu terhadap
“passion” tersebut. Saking mindernya, suatu hari
saya memutuskan untuk tidak mau berbenah lagi dan mengalihkan
perhatian saya pada hobi yang lain, yaitu membaca buku.Sebelum
masuk ke sana, biar saya ceritakan dulu kenangan masa kecil
saya soal beres-beres dan berbenah. Ketika kecil, saya pernah
menjadi “tukang bersih-bersih” di beberapa rumah
orang, mulai dari tetangga, saudara, bahkan guru sekolah. Jika
Marie Kondo melakukan hobinya itu lantaran keluarganya sibuk
dengan urusannya masing-masing, saya justru melakukannya sebab
melihat Emak melakukannya. Emak di sini bukanlah ibu saya,
melainkan nenek saya. Saya adalah satu-satunya cucu Emak yang
memanggil beliau sebagaimana anak-anaknya memanggil. Semua cucu
yang lain memanggil beliau “Mbah” (Jawa,
‘nenek’).Saya selalu ikut Emak ke mana pun beliau
pergi. Emak mencari penghidupan dengan memanfaatkan berbagai
keterampilan rumah tangga yang dimilikinya, termasuk ketika
dipanggil orang untuk masak maupun berbenah. Sebelumnya saya
tinggal bersama Ibu dan Bapak di kampung halaman Bapak. Kampung
ini terletak di kabupaten yang berbeda dengan kampung Emak.
Namun, karena Ibu dan Bapak berpisah ketika usia saya sekitar 3
tahun, sejak itu saya diasuh dan dididik oleh Emak (Nenek) dan
Mbah (almarhum Kakek). Kehidupan ekonomi mereka cukup sulit,
tetapi keduanya berhati baik dan berwawasan luas. Mereka
mendidik saya dengan penuh kasih sayang, sebagaimana Emak dulu
mendidik Ibu.Saya banyak belajar dari pemikiran kakek dan nenek
saya, mulai pelajaran kesederhanaan, keikhlasan, dan etos
kerja. “Kehidupan itu keras maka jangan lembek,”
demikian nasihat almarhum kakek saya. Nasihat itu selalu
terngiang hingga sekarang. Almarhum kakek saya suka membaca,
bahkan kertas koran pembungkus cabai pun suka beliau baca.
Salah satu cita-cita kakek adalah beliau ingin suatu saat nanti
ada generasinya yang berpendidikan, minimal mampu lulus
sarjana. Sebab, tidak ada satu pun anaknya yang melanjutkan ke
perguruan tinggi. Jadi, harapannya ada pada cucunya ini. Impian
kakek pada akhirnya terwujud walaupun tidak bisa menyaksikannya
sendiri. Sebab, kakek meninggal dunia ketika saya masih
SMP.Selain suka ikut Mbah angon (menggembala) kambing dan pergi
ke sawah, saya juga sering ikut Emak menginap di rumah orang
untuk masak besar di acara hajatan. Emak sangat pandai memasak,
beliau sudah semacam chef handal dan terkenal di jamannya. Emak
juga bisa memprediksi anggaran dari sebuah hajatan besar. Ia
membuat anggaran dengan rinci dan tepat sehingga tidak ada yang
terbuang sia-sia. Hasil masakannya sangat enak, piring tamu
licin tandas. Saat piringnya akan dicuci, tidak ada yang
namanya sisa makanan masih menempel. Emak benar-benar
menerapkan zero food waste dalam perencanaannya.Selain itu,
Emak juga punya kegiatan rutin, yaitu mengunjungi rumah Buyut
untuk berbenah. Rumah Buyut sangat besar dan memiliki banyak
kamar, perabot, serta gudang. Dari sanalah saya melihat Emak
merapikan segalanya, dan sejak itu pula saya selalu dilibatkan
untuk sekadar bantu-bantu. Salah satu motivasi saya mau ikut
bersih-bersih saat itu adalah supaya bisa dapat lungsuran
barang atau buku dari pemilik rumah, hehe.Menginjak SD,
kegemaran berbenah saya semakin membara, hampir setiap pulang
sekolah saya berkunjung ke rumah saudara untuk membereskan rak
bukunya. Di rumah, saya memang tidak mempunyai banyak buku.
Jangankan buku, untuk memiliki sebuah buku LKS tipis saja saya
harus menabung dan hidup serba-irit agar dapat membelinya,
dengan cara mencicil pula.Berbenah juga menjadi alasan saya
supaya bisa membaca banyak buku. Sambil berbenah, saya biasanya
sambil mencari buku pilihan yang bisa saya pinjam.
Syukur-syukur bisa mendapatkan buku bekas gratis. Biasanya,
selesai berbenah, saya mendapat upah berupa alat tulis, buku,
majalah, ataupun barang bekas yang masih bagus. Sedangkan
nominal uang biasanya saya dapatkan setelah saya setorkan hasil
rapor per catur wulan. Jika nilai bagus, saya mendapatkan uang
untuk membeli buku (dari keluarga Buyut saya).-Saya
membandingkan KonMari dengan beberapa model decluttering
(berbenah) lainnya dan saya merasa bahwa metode ini paling
cocok dan lengkap. Sejak saya menerapkan metode KonMari dalam
hal berbenah, ternyata efeknya tidak hanya tampak pada fisik
rumah yang rapi, tetapi KonMari ini juga mampu mengubah cara
pandang, sikap, dan bahkan kehidupan saya.Tidak hanya sampai di
sana, inner child1 yang menjadi momok pun bisa tuntas seiring
saya menuntaskan proses berbenah. Jadi, benar apa yang
dikatakan oleh Marie Kondo bahwa kita baru memulai hidup yang
sebenar-benarnya setelah kita berbenah total. Karena efek
tersebut, saya dan suami kemudian bersepakat membuat Komunitas
KonMari Indonesia. Kami merasa masyarakat Indonesia perlu
mengenal metode ini agar mereka bisa merasakan dampak
positifnya.Buku ini terdiri atas 7 bab. Bab 1 berisi tentang
pengenalan decluttering, terutama yang berasal dari Jepang. Bab
2 berisi tentang cerita awal saya mengenal metode decluttering
serta alasan saya memilih KonMari. Bab 3 bercerita tentang pola
pikir metode KonMari dan cara membangun mindset KonMari. Bab 4
adalah kisah tentang tahap demi tahap yang saya lewati dalam
melakukan metode KonMari. Di Bab 5, saya membahas kiprah metode
KonMari di Indonesia, sudah seberapa dikenal metode ini.
Bersumber dari kisah saya selama mengisi kelas online dan
offline. Bab 6 saya ceritakan tentang pengalaman membangun
Komunitas KonMari Indonesia. Terakhir, Bab 7 saya berbagi kisah
tentang proses Metode KonMari mampu mengubah hidup saya. Semoga
bermanfaat![Mizan, Bentang Pustaka, Pengembangan Diri,
Motivasi, Inovasi, Remaja, Dewasa, Indonesia]